Bagi Handi Suwardi memiliki lukisan bersejarah ini sangat berarti. Meski hanya tiruan, lukisan miliknya teramat istimewa. Lukisan ini adalah seni kertas potong. Bahan dan cara pembuatannya sangat detil. Dalam 1 bulan, lukisan perjamuan kudus ini di ukur tanpa putus di kertas ukuran 1 meter persegi. Tak heran demi mendapatkannya, Handi rela merogoh dana hingga 15 juta rupiah.
Handi Suwardi, konsumen cutteristic, “Kalau lukisan lain yah, lukisan ya lukisan aja, gituh dan ini menurut saya sesuatu yang berbeda. Dari kertas, dipotong gituh. Lukisan ada, tinggal pesan ada, tapi ya lukisan aja gituh. Apa sih ?? Menurut saya udah enggak spesial lagi ajah. Bahkan saya jadi ke expect kok jadinya bakalan begini yah.”
Lukisan ini terbut dari ahan wall paper dan dibentuk dengan alat cutter atau silet tipis. Itulah sebabnya seni lukis ini dinamakan cutteristic. Dewi Kucu adalah seniman dibalik lahirnya karya ini. Dialah seniman paper cutter pertama di Indonesia. Berawal melihat karya kertas potong di majalah busana tahun 2000 silam, Dewi termotivasi.
Kreasi ulang tahun sepupunya jadi karya pertamanya. Tak disangka, perlahan namun pasti. Pesanan demi pesanan datang kepadanya.
Dewi Kucu, seniman cutteristic, “Cutteristic itu jadi kayaknya. Kalau pertamanya masih sekedar hobi, karena tadinya selama 3 tahun ini sebagai kerjaan sambilan. Tapi akhirnya baru setahun terakhir ini saya kerja di fulltime, paper cutting ini bisa jadi kesenian yang baru di Indonesia dan bisa dikembangkan. Terutama Indonesia sangat kaya dengan motif-motif tradisional nya yang pastinya bisa diolah.”
Seni ukir kertas berasal dari negeri Cina. Kesenian ini berkembang sejak kertas pertama kali ditemukan tahun 6 masehi silam. Di negara asalnya bukanlah menggunakan cutter. Melain gunting kecil dan kertas berwarna merah. Tapi dewi berkreasi. Ia memadukan corak batik tanah air di setiap karyanya, seperti motif mega mendung, parang, dan kawung.
Cutteristic memang bukan satu-satunya seni kertas potong. Ada juga laser cutting, tapi karya Dewi ini lebih berbeda.
Dewi Kucu, seniman cutteristic, “Yang membedain saya, mungkin dari gaya desiannya. Jadi kalau misalnya saya bisa menghasilkan gambar yang detil, yang untuk kasih lihat kalau kerjaan saya ini mengedepankan detilnya itu.”
Selain itu karya cutteristic bisa dibuat dalam berbagai bentuk gambar berbingkai dan liontin seperti ini. Karyanya banyak dipesan untuk hadiah ulang tahun, kelulusan hingga pernikahan. Waktu yang diperlukan untuk membuat 1 seni cutteristic itu beragam, tergantung ukuran dan tingkat kerumitannya.
Dalam sebulan, dewi bisa memproduksi 20 hingga 25 karya. Membuat pola dari foto pelanggan adalah tahapan pertama pembuatan cutteristic. Hasil pola kemudian dicetak dan siap dibentuk menggunakan cutter.
Apristika Fauzia, jakarta, “Nah ini nih, paper cutting sketsa wajah saya. Mirip khan ? Istimewanya disini, paper cutting nya sangat detil sekali. Ada bulu matanya, tekstur rambutnya dan ini hanya dikerjakan dalam waktu 20 menit saja. Jadi pengen tahu, bagaimana rumitnya sih cara membuat paper cutting seperti ini. Belajar yuk.”
Agar kian seni ini dikenal, Dewi juga membagi ilmunya lewat kursus rutin.
Apristika Fauzia, jakarta, “Nah biasanya di awal workshop, para peserta ini akan disuruh untuk membuat cuttingan dari pola sederhana di kertas seperti ini. Ini untuk menentukan level berapakah mereka. Ya enggak mbak. Terus kalau aku nih, kira-kira level berapa ??”
Harus di test dulu. Nih kalau begini nih, berarti aku level berapa ??
Ada 5 tingkatan kursus. Semakin tinggi semakin rumit pola gambarnya. Untuk pelatihan pemotongan, peserta punya waktu 3 jam. Untuk itu, kemampuan khusus bukanlah faktor utama, asalkan teliti dan rapi.
Apristika Fauzia, jakarta, “Yang ini udah mau selesai. Terus yang ini udah selesai. Terus punya ku masih kayak gini.”
“Ternyata membuat karya cutteristic atau paper art ini tidak semudah yang saya bayangkan. Ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Diantaranya, cara memegang cutter nya harus seperti memegang pensil dan pastikan dalam 1 goresan, kertas sudah terpotong. Soalnya kalau enggak, enggak bakaln rapih hasilnya.”
Biaya untuk mengikuti kursus ini 400 ribu rupiah. Meski belum rutin, kursus cutteristic diminati warga Jakarta hingga luar kota. Josephina salah satunya. Untuk mengisi waktu luang ia memilih belajar seni potong kertas. Baginya kesenian ini bisa melatih kesabaran dan ketelitian.
Josephina, peserta Pelatihan, “Rame sih, cuman enggak segampang yang dibayangin. Kayak yang detil-detilnya susah begitu.” Begitu pula bagi Karina Indrawati. Karena peluang bisnisnya menjanjikan, ia bahkan berniat menjadikan kesenian ini menjadi profesi.
Karina Indrawati, peserta pelatihan, “Seru banget, tapi emang bikin tangan pegel sih. Pertama-tama pasti sangat kesulitan banget, gitu aja. Ya untuk posisi tangan, terus tenaga yang dipakai, dan kerapihannya itu sulit banget sih.”
Bukannya takut muncul saingan, Dewi justru gencar mengembangkan karya seni ini kepada orang lain. Tujuannya untuk menyebarkan semangat berkreasi dan manfaat dari seni istimewa ini.
Dewi Kucu, seniman cutteristic, “Hobi atau sekedar passion aja enggak cukup. Untuk kita akan harus terus berkarya itu kita butuh dedikasi. Mangkanya saya sudah ngajarin orang, supaya makin banyak teman-teman yang bisa berkarya lewat paper cutting ini. Dimana kalau teman-teman jadi bisa tahu kalau kita itu bisa membuat karya yang bernilai tinggi dengan bahan-bahan yang sangat sederhana. Cuma dari cutter sama kertas."
Karyanya dijual, mulai dari 800 ribu hingga 15 juta rupiah, tergantung ukuran dan kerumitan pesanan.
Hingga kini sudah lebih 2.500 karya yang dihasilkan. Omset didapat puluhan juta rupiah per bulan. Kreatifitas yang dipadu dengan keterampilan ternyata bisa menghasilkan suatu karya seni yang bernilai tinggi.
Video:
No comments:
Post a Comment
Komentar adalah segalanya bagi penulis. Deretan susunan kalimat, entah itu pro atau pun kontra. Interaksi tersebut, bagaimanapun juga bertujuan menciptakan diskusi yang membangun. Dan saya, Clenoro Suharto, merasakan manfaat itu. Terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar pada blog https://rakyatjelataindonesiarajin.blogspot.com/