Indra Lita, Bandung, Jawa Barat, “Buat anda yang pernah ke jalan Braga Bandung, pastinya enggak asing dengan jajaran lukisan yang ada disini. Dari sekian banyaknya lukisan yang ada di jalan Braga ternyata 70 persennya berasal dari 1 kampung, namanya Jelekong.”
Bergeser ke selatan kota Bandung, tepatnya di kecamatan Balai Endah, nama Jelekong telah lama dikenal sebagai surga tersembunyi bagi peserta seni lukis. Mayoritas warga Jelekong menggantungkan hidup dari kelihaian melenggangkan kuas di atas kanvas. Tergambar dari banyaknya lukisan yang bisa dijumpai hampir di setiap sudut kampung.
Salah satu yang tertua adalah Galeri Dwi Marta, milik Asep Sancang. Memulai karir seninya sejak 1975, Bapak Asep menjadi saksi jatuh bangun kampung seni budaya Jelekong.
Asep Sancang, pelukis Jelekong, “Melukis itu pertama kali tahun 75. Tapi sebelumnya, sebetulnya, awal-awal di Jelekong itu tahun 69 ada pelukis itu namanya Pak Odin Rohidin. Dia pernah mengembara dari Jakarta, kemudian mencoba membuat lukisan di Jelekong, ternyata alhamdulillah pada waktu itu, lukisannya laku. Akhirnya Pak Odin itu banyak pesanan yang tidak dikerjakan sama beliau sendiri.”
Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal berkembangnya bisnis lukisan di Jelekong. Sejak saat itu, melukis dianggap sebagai keahlian menjanjikan yang wajib dikuasai warga.
Asep Sancang, pelukis Jelekong, “Pada tahun 70-an, itu nilai ekonomi di Jelekong baik dibandingkan dengan petani, dengan pegawai negeri, ataupun dengan pegawai-pegawai swasta. Alhamdulillah dilihat dari segi pemasukan, itu masih besar lukisan ketimbang dari yang pekerjaan sebelumnya. Mangkanya, kebanyakan orang tua itu ingin si anaknya kayak si A, si B, si C. Sehingga pada tahun 80an, antara 80 sampai 92-93, itu anak SD kelas 3 ajah, itu udah bisa melukis.”
Seiring tingginya permintaan, semacam galeri lukis dan seniman lokal mulai bermunculan. Tahun 2013, tahun ini dinobatkan sebagai salah satu kampung wisata budaya di Bandung.
Mengusung aliran ekspresif, natural, dan realis, karya asli sentral lukisan terbesar di Bandung ini miliki ciri khas tersendiri. Kebanyakan seniman Jelekong menitik beratkan pesan mereka pada hal yang sederhana yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Seperti panorama pedesaan, buah-buahan dan hewan seperti ikan Koi ini.
Namun tak jarang, lukisan-lukisan dengan tingkat kesulitan tinggi pun dibuat demi permintaan pasar. Soal harga beragam. Dari ramah dompet hingga menyentuh harga fantastis. Berkisan 25 ribu hingga ratusan juta rupiah.
Selain berbelanja lukisan, beberapa galeri di Jelekong memungkinkan pengunjungnya untuk dapat melukis. Dengan telaten, Pak Asep mengajari saya teknik dasar melukis. Jika selesai nanti, hasil lukisan bisa saya bawa pulang.
Namun bak seleksi alam, nafas seni lukis melukis Jelekong perlahan surut. Harga jual lukisan kini tak sebanding lagi dengan pengeluaran. Satu per satu seniman Jelekong terpaksa beralih profesi. Dari sekitar 800 pelukis, seper empatnya mengundurkan diri. Padahal jika terus dikembangkan, kampung seni jelekong bisa menjadi aset budaya negeri yang tak ternilai harganya.
Video:
Foto:
No comments:
Post a Comment
Komentar adalah segalanya bagi penulis. Deretan susunan kalimat, entah itu pro atau pun kontra. Interaksi tersebut, bagaimanapun juga bertujuan menciptakan diskusi yang membangun. Dan saya, Clenoro Suharto, merasakan manfaat itu. Terima kasih kepada teman-teman yang telah memberikan komentar pada blog https://rakyatjelataindonesiarajin.blogspot.com/